single kedua Majelis Lidah Berduri “Kabar dari Penyusup (Negara dalam Keadaan Kuncitara)”

Baiklah, Hujan Orang Mati, album terkini kami, sepertinya akan segera tiba.

Sudah saatnya.

Tapi sebelum itu, sambil menunggu, kami kirimkan single kedua album itu, setelah Serampang, setahun lalu.

Buat kalian yang pernah sempat mendengarkan lagu-lagu dari HOM setahun terakhir ini, di beberapa panggung secara langsung maupun di dua sesi dengar terbatas, lagu ini pun mungkin kejutan buat kalian.

Kenyataannya, lagu ini tak mungkin ada tanpa pertemuan antara materi di album tersebut dengan kalian.

Lagu ini masih berupa draft ketika kami mampir di Surabaya, hampir dibuang sebelum kami mampir di Bandung.

Bagi kalian yang awas, bangunan dasar lagu ini memang bandel, mengejar kami sejak lama sekali, pantang menyerah.

Tak jelas benar kenapa lagu ini akhirnya mesti ada. Apa yang ingin kami katakan di lagu ini sudah kami coba katakan. Mungkin belum.

Lagu ini tentang sekarang, suatu konsep waktu yang paling bengis, licin, sulit. Lebih bengis dari dulu yang penuh dengki dan cemburu, lebih bengis dari nanti yang kedap cahaya. Sungguh tak terbayangkan, pernah ada dunia di mana sekarang belum datang, belum jadi tujuan, alasan.

Apakah sekarangmu sama dengan sekarang kami? Ini kami tak tahu pasti. Bagaimana bentuk sekarangmu?

Apakah keadaan baik-baik saja pada sekarangmu?

Apakah masih tertanggungkan, sekarangmu? Lebih jauh lagi, bagaimana dengan yang terusir dari sekarang? Sekarang sebagai milik bersama, apakah bisa?

Cukup dengan pertanyaan-pertanyaan memusingkan. Saatnya pengumuman logistik.

Lagu ini, untuk kurang lebih seminggu ke depan, cuma bisa kamu nikmati di layar YouTube.

Alasannya sederhana : gagasan visual tak keruan kami malah diganjar gerak dan kehadiran ajaib tubuh liat Ari Dwianto, aktor-kreator kepala Studio Raga di Garasi Performance Institute.

Dentuman besar itu : Diana, kuda betina berusia tiga tahun yang bisa kalian temui di seputaran Malioboro, bintang sesungguhnya. Kami sadar Diana tak sungguh-sungguh tahu pada situasi bikinan dengan tujuan macam apa ia ditempatkan.

Mereka tak pernah bisa sepenuhnya tahu apakah ia setuju ada di sana. Semoga kasih mereka padanya, juga kasih dari kalian yang menyaksikan, dengan satu atau lain cara bisa sampai padanya.

Pertemuan antara Ari dan Diana yang agung, ditangkap mata kamera Swandi Ranadila dan Aditya Kresna dengan hati-hati, lalu ditata Krisna E. Putranto untuk dihadirkan sebagai karya video yang jauh melampaui bayangan awal mereka.

Itu kemenangan kecil yang ingin mereka bagi kepada kalian. Jika kalian berkenan, rasanya pantas jika seminggu pertama ini mereka mendapatkan perhatian khusus kita. Tenang, setelah seminggu, versi audionya akan kami lepas di kanal yang akan mereka tentukan kemudian.

Pada waktunya, pasti akan mereka umumkan.